Rabu, 31 Maret 2010

"Apa Rahasia Finlandia sehingga menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik no. 1 di dunia?"

Bismillah....

Tahukah Anda negara mana yang kualitas pendidikannya menduduki peringkat pertama di dunia? Kalau Anda tidak tahu, tidak mengapa karena memang banyak yang tidak tahu bahwa peringkat pertama untuk kualitas pendidikan adalah Finlandia sang produsen Ponsel Nokia. Kualitas pendidikan di negara dengan ibukota Helsinki, dimana perjanjian damai dengan GAM dirundingkan, ini memang begitu luar biasa sehingga membuat iri semua guru di seluruh dunia.

Peringkat I dunia ini diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survei internasional yang komprehensif pada tahun 2003 oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Tes tersebut dikenal dengan nama PISA mengukur kemampuan siswa di bidang Sains, Membaca, dan juga Matematika. Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul secara akademis tapi juga menunjukkan unggul dalam pendidikan anak-anak lemah mental. Ringkasnya, Finlandia berhasil membuat semua siswanya cerdas.

Lantas apa kuncinya sehingga Finlandia menjadi Top No 1 dunia? Dalam masalah anggaran pendidikan Finlandia memang sedikit lebih tinggi dibandingkan rata-rata negara di Eropa tapi masih kalah dengan beberapa negara lainnya.


Finlandia tidaklah mengenjot siswanya dengan menambah jam-jam belajar, memberi beban PR tambahan, menerapkan disiplin tentara, atau memborbardir siswa dengan berbagai tes. Sebaliknya, siswa di Finlandia mulai sekolah pada usia yang agak lambat dibandingkan dengan negara-negara lain, yaitu pada usia 7 tahun, dan jam sekolah mereka justru lebih sedikit, yaitu hanya 30 jam perminggu. Bandingkan dengan Korea, ranking kedua setelah Finnlandia, yang siswanya menghabiskan 50 jam perminggu

Lalu apa dong kuncinya? Ternyata kuncinya memang terletak pada kualitas gurunya. Guru-guru Finlandia boleh dikata adalah guru-guru dengan kualitas terbaik dengan pelatihan terbaik pula. Profesi guru sendiri adalah profesi yang sangat dihargai, meski gaji mereka tidaklah fantastis. Lulusan sekolah menengah terbaik biasanya justru mendaftar untuk dapat masuk di sekolah-sekolah pendidikan dan hanya 1 dari 7 pelamar yang bisa diterima, lebih ketat persaingainnya ketimbang masuk ke fakultas bergengsi lainnya seperti fakultas hukum dan kedokteran! Bandingkan dengan Indonesia yang guru-gurunya dipasok oleh siswa dengan kualitas seadanya dan dididik oleh perguruan tinggi dengan kualitas seadanya pula.

Dengan kualitas mahasiswa yang baik dan pendidikan dan pelatihan guru yang berkualitas tinggi tak salah jika kemudian mereka dapat menjadi guru-guru dengan kualitas yang tinggi pula. Dengan kompetensi tersebut mereka bebas untuk menggunakan metode kelas apapun yang mereka suka, dengan kurikulum yang mereka rancang sendiri, dan buku teks yang mereka pilih sendiri. Jika negara-negara lain percaya bahwa ujian dan evaluasi bagi siswa merupakan bagian yang sangat penting bagi kualitas pendidikan, mereka justru percaya bahwa ujian dan testing itulah yang menghancurkan tujuan belajar siswa. “Terlalu banyak testing membuat kita cenderung mengajar siswa untuk lolos ujian.” ungkap seorang guru di Finlandia.,”Padahal banyak aspek dalam pendidikan yang tidak bisa diukur dengan ujian.” Pada usia 18 siswa mengambil ujian untuk mengetahui kualifikasi mereka di perguruan tinggi dan dua pertiga lulusan melanjutkan ke perguruan tinggi.

Siswa diajar untuk mengevaluasi dirinya sendiri, bahkan sejak Pra-TK! “Ini membantu siswa belajar betanggungjawab atas pekerjaan mereka sendiri,” kata Sundstrom, kepala sekolah di SD Poikkilaakso, Finlandia,” Dan kalau mereka bertanggungjawab mereka akan bekeja lebih bebas. Guru tidak harus selalu mengontrol mereka.”

Siswa didorong untuk bekerja secara independen dengan berusaha mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. Siswa belajar lebih banyak jika mereka mencari sendiri informasi yang mereka butuhkan. “Kita tidak belajar apa-apa kalau kita tinggal menuliskan apa yang dikatakan oleh guru. Disini guru tidak mengajar dengan metode ceramah.” Kata Tuomas Siltala, salah seorang siswa sekolah menengah. Suasana sekolah sangat santai dan fleksibel. “Terlalu banyak komando hanya akan menghasilkan rasa tertekan dan belajar menjadi tidak menyenangkan.” Sambungnya.

Siswa yang lambat mendapat dukungan yang intensif. Hal ini juga yang membuat Finlandia sukses. Berdasarkan penemuan PISA, sekolah-sekolah di Finlandia sangat kecil perbedaan antara siswa yang berprestasi baik dan yang buruk dan merupakan yang terbaik menurut OECD.
Remedial tidaklah dianggap sebagai tanda kegagalan tapi sebagai kesempatan untuk memperbaiki. Seorang guru yang bertugas menangani masalah belajar dan prilaku siswa membuat program individual bagi setiap siswa dengan penekanan tujuan-tujuan yang harus dicapai, umpamanya: Pertama, masuk kelas; kemudian datang tepat waktu; berikutnya, bawa buku, dlsb. Kalau mendapat PR siswa bahkan tidak perlu untuk menjawab dengan benar, yang penting mereka berusaha.
Para guru sangat menghindari kritik terhadap pekerjaan siswa mereka. Menurut mereka, jika kita mengatakan ‘Kamu salah!’ pada siswa, maka hal tersebut akan membuat siswa malu. Dan jika mereka malu maka ini akan menghambat mereka dalam belajar. Setiap siswa diperbolehkan melakukan kesalahan. Mereka hanya diminta membandingkan hasil mereka dengan nilai sebelumnya, dan tidak dengan siswa lainnya. Jadi tidak ada sistem ranking-rankingan. Setiap siswa diharapkan agar bangga terhadap dirinya masing-masing. Ranking-rankingan hanya membuat guru memfokuskan diri pada segelintir siswa tertentu yang dianggap terbaik di kelasnya.

Kehebatan sistem pendidikan di Finlandia adalah gabungan antara kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa,” kata seorang guru,” maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya.”. Benar-benar ucapan guru yang bertanggungjawab.

Selasa, 02 Maret 2010

10 Kesalahan dalam Percakapan

Percakapan adalah kunci menuju kepribadian, intelektualitas, dan kehidupan spiritual yang lebih baik. Sayangnya, masih banyak orang yang tidak tahu bagaimana membangun percakapan yang menyenangkan bagi lawan bicaranya. Akibatnya, lawan bicara bukannya tertarik untuk saling berbagi cerita, tetapi jadi bosan dan ingin segera meninggalkan Anda. Hal itu akan terjadi bila Anda melakukan "dosa" sebagai berikut:

1. Mendominasi percakapan. Anda baru saja selesai menceritakan sebuah pengalaman yang lucu. Namun seseorang yang merasa dirinya lebih dari Anda, dan ingin mendominasi akan berkata seperti ini, "Itu tidak lucu. Lebih lucu ceritaku, nih".

Orang yang senang mendominasi percakapan sebenarnya tidak berniat untuk mendengarkan Anda. Mereka berharap Anda lah yang akan mendengarkan mereka. Mereka akan senang menantang Anda untuk mendengarkan cerita Anda, namun tidak mau Anda memberikan komentar. Mereka hanya berniat untuk membuat lawan bicara menjadi pendengar saja.

2. Pandangan mata. Ada pepatah mengatakan bahwa pandangan mata akan mengatakan segalanya. Sedikitnya hal itu benar dan berlaku dalam percakapan. Kalau lawan bicara Anda menatap Anda seakan ingin "menelan" Anda, pasti ada hal yang mengganggunya. Begitu juga bila seorang teman lama mendatangi Anda dan menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan. Anda menyambut jabatannya, tetapi Anda tak menatapnya. Hal ini memberi kesan Anda meremehkan dirinya.

3. Pura-pura mendengar. Anda pasti pernah berada dalam situasi yang ramai, dan menyebabkan Anda kurang dapat mendengarkan dengan jelas. Anda pun meminta mereka untuk mengulang kembali apa yang mereka katakan. Tetapi setelah mereka mengulang berkali-kali Anda jadi merasa bersalah, dan ingin membuat suasana jadi baik kembali. Terkadang hal ini tidak berhasil. Sebab apa yang Anda tanggapi ternyata berbeda dengan konteks yang mereka sampaikan. Contohnya Anda mengatkan, "Wah, bagus itu". Padahal lawan bicara Anda baru mengatakan bahwa ia akan bercerai!

4. Salah sasaran. Bercanda dengan kaum pria tentu berbeda dengan bercanda dengan saat Anda bersama rekan-rekan wanita. Pastikan bahwa lelucon yang Anda lontarkan untuk perempuan memang sesuai untuk mereka, atau sebaliknya (lelucon yang pas untuk pria). Sebab tidak semua jenis humor bisa disampaikan kepada semua pendengar.

5. Merasa ikut tenar. Anda mengatakan kenal dengan selebriti A atau B, atau sering nongkrong bareng penyanyi atau band ini dan itu. Sekali-dua kali, cerita ini mungkin akan terdengar hebat di kalangan teman-teman Anda. Namun akan membosankan saat Anda memaksakan topik yang hanya mempertunjukkan kebolehan Anda dalam berteman.

6. Semua tentang diri sendiri. Anda bercerita tentang keluarga, hobi, gaya pakaian, pekerjaan, atau liburan Anda saat long weekend lalu. Apa pun yang Anda ceritakan, hanya berfokus pada kegiatan Anda. Seakan-akan dunia ini akan sepi tanpa ada Anda. Sahabat terbaik pun akan bosan menghadapi obrolan Anda, apalagi mendengarkan curhatan Anda tentang pria yang baru Anda kenal saat sahabat Anda tengah enak-enak tidur.

7. Hal-hal negatif. Menceritakan semua hal yang berhubungan dengan kemalangan Anda boleh saja dilakukan sesekali. Tetapi kalau hal itu menjadi topik yang terus-menerus Anda umbar, semua orang pasti akan memilih menghindar saja dari Anda. Semua orang akan senang bertukar pengalaman dan memberikan solusi, tapi -terus terang saja- hal-hal yang negatif tidak selalu menjadi bahan perbincangan yang menarik, lho.

8. Jawaban pendek. Lawan bicara Anda hanya mengomentari dengan kata-kata "Ya" atau "Tidak". Mereka terdengar seperti pencuri yang baru saja Anda interograsi. Coba cari topik atau pembicaraan yang bisa memancing lawan bicara untuk lebih banyak bercerita dan menyampaikan pendapat mereka.

9. Terlalu banyak bicara. Karena Anda tidak ingin percakapan jadi hambar atau situasi jadi hening, Anda pun bicara terus-menerus tanpa memberikan kesempatan pada lawan bicara. Kalau Anda menggunakan cara ini saat kencan pertama kali dengan si dia, dijamin dia tidak akan menelepon Anda lagi esoknya.

10. Ingin terlihat smart. Anda boleh saja menceritakan sejumlah buku atau majalah favorit yang biasanya Anda baca. Tetapi tak perlu mengesankan bahwa bacaan Anda hanya untuk orang-orang pintar atau orang tertentu saja. Bila Anda menceritakan sebuah majalah dengan segmen tertentu, sadari bahwa lawan bicara Anda belum tentu tertarik mendengarnya.

Sumber : kompas.com